Holocaust : Dongeng Yahudi
Pertanyaannya kini, apakah Holocaust itu mitos atau fakta? Saya yang bukan sejarawan, tentu tidak punya kebolehan untuk menjawabnya. Disarankan anda semua membaca buku karya Prof. Roger Garaudy, ‘The Founding Myths of Israeli Politics’. Dalam buku tersebut dimuat secara jelas data-data mengenai (tidak adanya) Holocaust pada Perang Dunia II.
Namun, ada fakta menarik yang saya temui dalam Harian Kayhan terbitan Tehran. Fakta itu berbunyi, ‘Holocaust Memang Ada!’.
“Holocaust bermakna pembunuhan massal dengan cara membakar hidup-hidup mangsa, dan sebahagian ahli bahasa menyatakan bahawa asal kata ini bermula daripada kejadian pada abad ke-6 di Yaman. Pada abad ke-5, Dinasti Himyarite menakluk kerajaan Saba di Yaman. Pada abad ke-6, seorang raja Dinasti Himyarite, iaitu Raja Dzu Nuwas, mengubah agama kerajaan (yang pada awalnya Kristian) menjadi agama Yahudi. Dalam rangka ini, dilakukan pembunuhan massal terhadap orang-orang Kristian yang masih berkeras tetap dengan agama asal mereka.
Diceritakan bahawa pada peristiwa itu, Raja Dzu Nuwas duduk di singgasanannya dengan dikelilingi para Rabi Yahudi. Di hadapan mereka ada kayu-kayu bakar yang telah disusun dan api dinyalakan sehingga terbentuklah unggun api yang sangat besar. Tak jauh dari tempat itu, orang-orang Kristian, termasuk anak-anak dan perempuan, tua dan muda, dikumpulkan dengan tangan terikat. Suara jeritan menyayat hati kemundang ke udara. Lalu, Raja Dzu Nuwas mengeluarkan perintah dengan suara keras dan kaum Kristian Yaman itu pun dibakar hidup-hidup.
Holocaust : Dongeng Yahudi
Ya, Holocaust memang pernah terjadi, iaitu pembakaran hidup-hidup orang-orang Kristian Yaman abad ke-6. Namun, bezanya, Holocaust yang disebut-sebut menimpa kaum Yahudi pada Perang Dunia Kedua dijadikan alasan untuk membantu mereka mendirikan sebuah negara khusus untuk Yahudi, demi mencegah terulangnya sejarah. Dengan kata lain, agar kaum Yahudi dapat hidup aman dan tenteram, perlu didirikan sebuah negara khusus. Pada awalnya, kawasan yang menjadi pilihan adalah Ethiopia dan Argentina. Namun, kedua wilayah itu dianggap kurang strategik dan muncul lah Palestin sebagai pilihan. Apalagi, Palestin juga memiliki sejarah panjang, yang sangat berkait rapat bagi justifikasi pendirian negara Israel di wilayah itu. Kaum Yahudi pada zaman dahulu kala pernah tinggal di sana dan kemudian terusir, lalu hidup menebar di berbagai negara di dunia. Bahkan, disebut-sebut dahulu adanya Kuil Sulaiman (Solomon Temple) milik bangsa Yahudi, yang kini diatasnya telah dibangunkan Masjidil Aqsa.
Lalu, bermulalah sejarah pahit bagi bangsa Palestin itu. Pada masa-masa akhir penjajahan Inggeris di Palestin, secara sistematik datanganlah orang-orang Yahudi Zionis (kita perlu membezakan antara Yahudi murni dan Yahudi berfahaman Zionis yang menyokong pendirian negara Israel) yang mengganas, merampas, atau membeli secara paksa tanah milik orang-orang Palestin. Setelah Inggeris meninggalkan Palestin pada tahun 1948, Zionis pun memproklamasikan berdirinya negara Israel. Sayang, mereka melupakan satu fakta penting. Bangsa Palestin majoritinya adalah muslim, yang memiliki satu prinsip : jihad memperjuangkan tanah air adalah sebuah kewajiban. Itulah sebabnya, segala bentuk penindasan dan keganasan yang dilakukan tentara Zionis –termasuk juga propaganda global untuk mendukung Zionisme dan mencitrakan bangsa Palestin sebagai pengganas – hingga kini tidak pernah memadamkan api perjuangan bangsa Palestin.
Zionis juga melupai satu logik penting : kalau benar mereka menjadi korban Holocaust yang dilakukan tentara Nazi Jerman, mengapa yang harus menebus kesalahan itu adalah bangsa Palestin dan mereka dianggap berhak mendirikan negara Israel di tanah-tanah Palestina?